Rabu, 01 Juni 2011

APAKAH MAKNA SESUNGGUHNYA


Salam dari Makassar !

(.......... mumpung masih tanggal 1 Juni ..........)
Presiden ke-5 Ibu Megawati Sukarnoputri mengatakan dalam
pidato-nya tadi siang bahwa Pancasila adalah "perekat
bangsa" ............. maksudnya tentu Pancasila diharapkan
bisa berfungsi sebagai "lem" yang menempelkan satu komponen
bangsa dengan komponen bangsa laen. Ini tentu salah satu
dari sekian banyak impian Bung Karno, yaitu bapaknya
Ibu Mega. Saya pernah membaca bahwa Bung Karno punya
banyak sebutan (misalnya "Pemimpin Besar Revolusi"),
dan salah satu sebutan beliau adalah "Sang Pemimpi Agung".
"Pemimpi", ndak pake' huruf "n". Tentu Bung Karno disebut
demikian, karena banyak mimpi-mimpi-nya tentang bangsa
dan negara yang digagasnya. Mimpi-mimpi-nya memang semua
indah-indah dan mulia, ........ tapi beberapa di antaranya
malah menjelma menjadi "nightmares" (= mimpi buruk) bagi
bangsa ini. Salah satu mimpi beliau yang kemudian menjadi
suatu "nightmare"........ adalah Pancasila. Alih-alih
menjadi "perekat", Pancasila malah pada kenyataannya jadi
"peretak" dalam perjalanan sejarah kehidupan berbangsa
dan bernegara selama 66 tahun ini ....

Potensi Pancasila sebagai "peretak" sudah disadari Bung
Karno ketika mem-pidato-kannya dalam penutupan sidang BPUPKI.
Tentu saja kesadaran ini beliau dapatkan setelah mengamati
dan mendengarkan pidato-pidato dan perdebatan-perdebatan
selama beberapa bulan dalam sidang-sidang BPUPKI sebelomnya.
Makanya, setelah beliau mengemukakan ke lima dasar yang
dinamainya Pancasila itu, beliau langsung "memerasnya"
jadi tiga, lalu "memerasnya" lagi jadi satu, yaitu
"gotong-royong". "Pemerasan" Pancasila ini mengundang
banyak kritik, antara laen misalnya dari Mr. Muhammad Roem
yang keberatan kok sila Ketuhanan diperas ke dalam "gotong-
royong" [ESA, "Piagam Jakarta", hal. 25]. Seandainya......,
yah seandainya, ...... Bung Karno mengusulkan saja "gotong-
royong" sebagai "The Guiding Principle" dari bangsa dan
negara Indonesia yang di-impi-impi-kannya, tanpa harus
memeras-merasnya dari Pancasila segala.......... tentu
sejarah bangsa ini akan laen jadinya.... Kalo' "gotong-
royong" yang menjadi sumber dari segala sumber hukum
di negeri ini, maka tidak akan ada yang namanya kasus
"suap". Kalo' legislatif kasih uang sama eksekutif, atau
kasih amplop sama yudikatif, atau sebaliknya, itu namanya
"gotong-royong", bukan "suap" ........'kan gitu? Kalo'
ada yang mengatakan itu suap, berarti ndak ngerti filosofi
bangsa "gotong royong" !!!

Dari mulai lahirnya saja Pancasila ini sudah kelihatan
potensi-nya sebagai peretak persatuan. Perdebatan-perdebatan
keras di antara 1 Juni sampai 22 Juni 1945 yang dicatat
Mr. Muhammad Yamin [ESA, "Piagam Jakarta", hal. 15-43]
menunjukkan hal itu, tapi "Allah SWT memberkati kita.....",
kata Bung Karno, karena 9 orang panitia kecil berhasil
menyetujui sebulat-bulatnya rancangan "preambul" pada
tanggal 22 Juni 1945 dan menanda-tanganinya. Naskah
tersebut kemudian dikenal dengan nama "Djakarta Charter",
yang direncanakan akan menjadi semacam "Declaration of
Independence" sekaligus sebagai Mukaddimah dari Konstitusi
negara dan bangsa yang akan dibentuk saat itu .....

Tapi belom dua bulan dari tanggal 22 Juni itu, sudah
mulai ada tanda-tanda keretakan ....... Bung Hatta
mendapat bisikan dari seorang tentara Jepun yang
beliau lupa namanya siapa, bahwa ada segolongan orang
yang (tidak jelas juga identitas-nya siapa yang bicara)
menyatakan tidak akan ikut Republik kalo' tujuh kata
dalam Pancasila versi "Djakarta Charter" tidak
dihilangkan............ sehingga lahirlah Pancasila
dalam wujud versi Pembukaan UUD'45 18 Agustus 1945.
Hilangnya tujuh kata ini pun kelak di kemudian hari
akan menimbulkan keretakan bangsa yang cukup
berdarah-darah juga ..... bahkan pada puncak
"kesaktian"-nya 500ribu sampai 1 juta anak bangsa
dikorbankan untuk Pancasila ini.....

Terlepas dari pengamatan empirik (yang JUJUR saja)
terhadap perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara
selama 66 tahun guided by Pancasila dalam berbagai
versi dan penjelasannya ..... sehingga carut-marut
seperti sekarang ini, sebenarnya kalo' kita mau
sedikit kritis dan menggunakan akal sehat saja,
dalam Pancasila itu terkumpul berbagai macam ideologi,
yang sebetulnya tidak mungkin disatukan. Pancasila
is not AN IDEOLOGY, but a bunch of ideologies.....

Seorang agamis (wa bil khusus Islamis) akan meyakini
bahwa satu-satunya sila yang penting dalam Pancasila
adalah sila pertama, asal ditambah dengan tujuh kata
seperti dalam Djakarta Charter. Kalo' tidak, Ketuhanan
jadi "kosong", diisi batu tuhannya batu, diisi pohon
ya tuhannya pohon, kata K.H. Masykur [ESA, "Piagam
Djakarta", hal. 82]. Maka seorang Islamis meyakini
bahwa kalo' sila pertama saja dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh, yang laen akan ikut saja.

Tapi seorang nasionalis tidak akan setuju, baginya
yang paling penting adalah sila ketiga. Kalo' persatuan
dijunjung tinggi, yang laen akan beres dengan
sendirinya, begitu katanya. Seorang demokrat akan
mementingkan sila keempat. Seorang sosialis-komunis
akan memilih jalur via sila kelima dulu. Seorang
humanis-liberalis, tentu menganggap sila kedua
yang paling penting. Jadi bagaimana bisa seorang
warga-negara menjadi "Pancasilais" dalam arti
seorang Islamis, sekaligus humanis, nasionalis,
demokrat dan komunis? Hehehe, cuma bisa kalo' dia
seorang "humoris" yang lucu banget dah.......
Dalam bahasa Psikologi itu namanya "split personality"
alias berkepribadian ganda ............. suatu
penyakit kejiwaan yang bisa berbahaya (ingat
cerita "Hide and Jeckill").

Karena orang normal tidak bisa berkepribadian
ganda, maka setiap orang palingan hanya bisa
ber-ideologi-kan SALAH SATU saja dari kelima
sila Pancasila itu. Dengan demikian akan besar
potensi konflik-nya dengan orang laen yang mengambil
sila yang laen dari Pancasila. Akhirnya sama-sama
mengaku "Pancasilais" tapi berkelahi dengan orang
laen, sesama yang mengaku "Pancasilais" juga.......
bisa jadi bahkan sampai bunuh-bunuhan. Kita tahulah
yang seperti apa itu "Pemuda Pancasila".......
"menyeramkan" 'kan? Itulah kenyataan (REALITA)
yang terjadi sejak Pancasila lahir 66 tahun yang lalu.

Menurut penelitian, palingan cuma maksimum
12 % dari populasi orang yang peduli dengan masalah-
masalah ideologi begini. Sementara itu ada kurang-
lebih 5 % dari populasi yang sebenarnya menguasai
80 % asset dan roda ekonomi bangsa ini, yang dengan
seksama "mengontrol" perilaku (politik) dari ke 12 %
populasi tadi dengan uang-nya, sehingga tidak
membahayakan mereka punya kehidupan. Jadi sebenarnya
yang langsung berkepentingan secara real dengan
"Pancasila" ya palingan hanya 12 + 5 = 17 % saja.
Yang 83 % sisanya ........... paling berfungsi
untuk teriak-teriak "Hidup Pancasila", dan
menyanyikan "Garuda Pancasila" ........supaya
"rame" aja-lah gitu. Bahkan ada yang begitu ndak
pedulinya, sampai-sampai teriak "Selamat Hari
Kesaktian Pancasila", pada hari kelahirannya.
Mana ada yang baru lahir kok langsung sakti, ta'iya?
nDak masuk akal sama sekali ........ Bahkan
pada situasi tertentu bisa juga yang 83 % populasi
ini di-gosok-gosok dan di-adu-adu-in satu sama
laen, disuruh bunuh-bunuhan pun mau, "demi Pancasila"
katanya...... na'udzubillahi min dzaalik !

Olehnya itu, kalo' seandainya Pancasila di-pensiun-kan
nanti pada usia-nya yang ke 70, insya Allah, maka
akan jauh lebih banyak manfaat-nya daripada mudharatnya
karena akan mengurangi potensi keretakan antar komponen
bangsa. Mari kita mulai memikirkan dan mempersiapkan
pengganti Pancasila yang sudah mulai "uzur" dimakan
usia ini ............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar